Jumat, 29 Juni 2012

Pelukan Seorang Ibu (Cerpen)


            “Assalammu'alaikum…. Bruk!!” terdengar ucapan salam dari ibu dan suara keras daun pintu.
“Wa’alaikumsalam. Ada apa sih bu? Pulang pulang kok langsung banting pintu?” kata lika.
“Udah gak usah banyak tanya deh! Ibu capek, ini kenapa rumah berantakan kayak gini? Baru saja ibu tinggal sebentar udah kayak gini, bersihkan sana!” teriak ibu.
”Iya bu nanti, tanggung nih pr Lika sedikit lagi selesai.” Jawab lika.
“Kamu ini, kalau ibu suruh gak pernah mau degarkan ibu, cuma disuruh bersihkan rumah saja nanti nanti terus, kapan dilaksanakannya? Ibu tuh capek Lika, Ibu baru pulang kerja!” bentak Ibu.
“Iya Bu iya, ini Lika mau bersihin, Ibu mandi saja dulu bu supaya segar.” Ucap Lika. Itulah suasana setiap sore di kediaman lika. Suasananya tidak seharmonis dulu.
            Dulu keluarga lika adalah keluarga yang bahagia, penuh dengan kasih sayang, dan keceriaan. Tetapi sekarang? Semenjak ibu berkerja, ibu jadi berubah, banyak berubah. Sebelum bekerja ibu adalah seseorang yang lembut, baik hati, ceria, dan penyayang, tetapi ibu yang sekarang adalah ibu yang kasar, cerewet, keras kapala, dan pemarah. Setiap ibu marah, ayah lika selalu diam saja, tidak banyak bicara, dan selalu terpaku dengan koran-koran yang sedang ia baca. Sejak saat itu kehidupan lika dan kedua adiknya pun menjadi tidak karuan.
            Saat istirahat di kelas lika, ”Ka, kapan kamu punya bb? Aku udah gak sabar nih mau bbm-an sama kamu, katanya kamu mau minta sama ibu kamu?” kata lisa, teman sebangku lika.
”Gak segampang itu sa.” jawab lika.
”Kenapa? Ada masalah? Biasanya juga ibu kamu langsung menberikan apa yang kamu mau” tanggap lisa.
”Iya deh sa, nanti aku coba minta sama ibu lagi.” Lika teringat kejadian kemarin sore saat ibunya pulang kerja ”Kalau ku pikir–pikir tidak akan mungkin meminta bb pada ibu di saat saat seperti itu. Apalagi baru saja kemarin ibu membayar uang dafar ulangku dan kedua adikku. Ayah sekarang tidak lagi bekerja, apa mungkin aku akan mendapatkan bb dalam keadaan seperti ini? Ah, aku coba saja dulu deh, siapa tau dapat.” pikir lika.
            Sejak pulang sekolah, lika dengan setia menunggu ibunya pulang. ”Sembari menunggu ibu pulang, aku beres–beres rumah saja, supaya ibu senang.” batin lika. Lika membersihkan runahnya dengan cermat, kemudian lika juga mengajarkan kedua adiknya pelajaran yang menurut adiknya susah. Waktu semakin lama semakin berlalu, akhirnya ibu lika pulang. Kali ini ibu lika pulang dengan wajah kelelahan dan stres.
”Ibu udah pulang, capek ya  bu? Sini biar tasnya bima bawakan bu.” kata adik laki - laki lika.
”Gak usah! Ibu bisa bawa sendiri, tidur sana, sudah malam!” perintah ibu.
”Iya bu” bima menurut dan langsung pergi tidur.
”Ibu, lika mau bicara, ibu ada waktu?” kata lika.
”Ada apa lika?” ibu menjawab sambil menyalakan sebatang rokok kemudian menghisapnya.
”uhuk.. uhuk.. bu lika minta bb dong bu, temen- temen lika punya bb semua, masa lika gak punya bu, lika mau bb bu.” pinta lika.
Sambil asik menghisap batang rokoknya ibu menjawab, ”iya lika, nanti ibu belikan, tapi sabar ya, gak bisa cepat.”
”Yah bu kenapa? Biasanya bisa capet bu, uhuk.. uhuk.. Bu ibu kok ngerokok sih? Ibu berubah!” tanya lika.
”Udah deh lika, ibu tuh lagi stres! Biarkan saja ibu ngerokok! Nanti kalau stresnya hilang ibu juga berhenti ngerokok! Udah tidur sana! Besok kesiangan lagi, ibu juga yang repot!” jawab ibu.
”Tapi bu, merokok itu bisa merusak kesehatan bu, aku gak mau cuma karena rokok ibu jadi sakit bu, ibu harus tetap jaga kesehatan ya bu, yasudah aku tidur dulu ya bu, selamat malam bu.” lika terlihat senang sekaligus kecewa dengan jawaban dan dengan kelakuan ibunya sekarang.
”Ibu, kalau boleh jujur, lika rindu ibu yang lama.” batin lika sambil menuju ke kamarnya.
            Hari demi hari berlalu, telah sebulan semenjak Lika meminta handphone Blackberry kepada ibunya. Lika tak kunjung dibelikan bb oleh ibunya. Makin hari kelakuan ibunya semakin kasar, terkadang ia pun tak tahan dengan kelakuan ibunya sekarang. Kerap kali ibu membentak dan memaki lika dan ketiga adiknya, Ayah lika tak berkomentar sepatah katapun. Bahkan ayah lika lebih memilih keluar rumah. Pernah ketika malam hari, lika mendengar suara keributan yang berasal dari kamar orangtuanya. Ketika itu ia tidak bisa tidur, saat ia mendengar suara keributan ia segera keluar dan melihat apa yang tengah terjadi. Tapi niat itu ia urungkan, dikarenakan ia takut ibunya memakinya kembali. Ternyata suara keributan itu tak hanya terdengar sekali. Mulai malam itu sampai seterusnya ia mendengar suara keributan itu. Kerap kali ia mendengar suara seperti orang menangis dan merintih kesakitan. Walaupaun yang ia dengar hanya sebagian kecil, tapi ia dapat memastikan bahwa itu memang suara tangisan dan rintihan yang tak ia sangka berasal dari ibunya sendiri.
            Kerongkongan lika tercekak saat mendengar penjelasan ibu. ”Jadi ibu gak akan membelikan aku bb?” tanyanya  dengan mata terbelak.
”Adikmu kan sedang dirawat di rumah sakit, mana mungkin ibu menelantarkan biaya rumah sakit adikmu sedangkan kamu ibu belikan bb, saat ini adikmu lebih penting!” sahut ibu. Lika menghela nafas. Dia kecewa sekali. Sangat kecewa. Teringat ia akan pembicaaannya dengan teman-temanya di kelas.
”Eh, ka, mana katanya ibumu akan memberikan kamu bb? Sudah sebulan lebih nih.” tanya mita.
”Tau nih ka, ada apa sih sebenarnya? Ibu mu gak mampu belikan kamu bb?” lanjut nisa.
”Aku?” tanyanya linglung.
”iyalah kamu, emangnya kucing” sewot mita.
”Ng... Ibuku pasti akan membelikannya sebentar lagi! Pasti! Aku pulang duluan ya, dah..” sahut lika.
Lamunan lika terenti dan tanpa sadar ia berkata, ”Ibu jahat! Ibu sudah gak sayang lagi sama lika! Ibu sudah janji sama lika waktu itu. Tapi mana? Mana bu? Sampai sekarang ibu gak pernah menepati janji ibu ke lika! Lika tuh malu bu! Malu sama teman-teman lika! Lika benci ibu! Lika mau pergi aja dari sini! Lika benci ibu selamanya! Bruk...!” Lika berlari keluar rumah sambil menangis tersedu-sedu. Ibu mengejar lika sampai tertatih.
Kemudian dari arah jalan raya terdengar ”Ciiiiiiittt...... Brak....” Lika pun tak sadarkan diri. Ibu panik dan segera mencari pertolongan.
            Sesampainya di rumah sakit lika dinyatakan koma oleh dokter. Selama lika sakit, ibu sealu setia menemaninya. Ibu sangat menyesal sering berbuat kasar kepada anak kesayangannya ini.
”Ini salah ibu nak. Karena ibu kamu jadi begini. Ibu tahu ibu salah nak. Maafkan ibu. Hiks.. hiks.. Bangun nak bangun. Ibu janji, jika kamu bangun dan ibu sudah punya uang lebih, ibu akan belikan kamu bb nak. Ibu mohon kamu bangun nak.” Ibu menangis tersedu–sedu tak kuasa melihat anak kesayangannya terbaring lemah tak sadarkan diri di atas kasur mungil nan sederhana itu. Ibu berjanji ketika lika sadarkan diri, ibu akan segera menceritakan apa yang ibu alami. Agar lika dapat mengerti bagaimana kondisi sulit ibu.
            Sudah empat hari lamanya lika tak sadarkan diri. Ibu semakin mengkhawatirkan kondisi lika yang semakin lama semakin lemah. Kini ibu sudah pasrah atas keadaan lika. Semenjak lika terbaring di rumah sakit, Ibu semakin berkerja keras. Pergi pagi pulang langsung ke rumah sakit, pergi pun dari rumah sakit. Sementara ayah lika tak menyadari juga kesalahannya. Adik-adik Lika sangat sedih melihat kakaknya tak sadarkan diri hingga sekarang. Mereka sangat merindukan sosok kakaknya yang teramat baik di mata mereka. Sore itu keluarga lika berkumpul di ruangan dimana lika di rawat.  
Tiba-tiba gadis itu sekuat tenanga berteriak, ”Aaaaaaaaaaaaaaa....... Ibuuuuuu tolong lika buu... Lika terjebak di dalam ruangan ini bu.. sendirian lika takut buu.... Lika gak mau selamanya terjebak disini buu... Lika gak mau kehilangan ibu. Lika rindu ibu. Aaaaaaaaaa.... Ibuu.......” teriakan lika mengagetkan keluarganya yang sedang khusuk berdoa untuk kesembuhannya.
”Lika sadar nak, ibu disini nak, di samping mu, sadar nak sadar, istighfar nak.” kata Ibu sambil memeluk lika. Seketika itu lika pun terjaga, Ia merasa terbebas dari mimpi yang membuatnya ketakutan. Saat itu juga ia merasakan kelembutan dan kehangatan pelukan seorang ibu yang telah lama ia rindukan. Ia pun menangis seketika. Suasana di ruangan itu pun hening sejenak, yang terdengar hanya suara isak tangis dari lika dan ibu.
Suasana hening itu di pecahkan oleh suara lika yang berkata lembut pada ibunya, ”Bu, lika minta maaf bu, lika banyak salah sama ibu, maafkan lika ya bu, hiks.. hiks..”
”Iya lika, ibu sudah memaafkan kamu sayang. Maafkan ibu juga ya lika, ibu belum bisa menuruti keinginan kamu” jawab ibu.
”Lika udah gak perlu bb bu, lika perlu kasih sayang ibu, lika mau ibu yang seperti sekarang ini, lika gak mau ibu yang kasar, lika sayang ibu.” sahut lika
”Ibu begini karena keadaan sayang. Ayah kamu sekarang sudah tidak bekerja. Ibu yang harus menanggung semua biaya sekolah kamu dan adik–adikmu. Belum lagi permintaan–permintaan kamu yang terlalu banyak. Ibu pusing sayang, ibu pusing kalau kamu terus mendesak ibu. Belum lagi ayahmu yang sering memukuli ibu setiap malam, setiap ibu menyarankan ayahmu untuk kembali bekerja. Ibu tak tahu alasan mengapa ayah mu tidak mau bekerja lagi. Ibu tertekan lika, ibu sangat tertekan. Sebenarnya ibu juga tidak ingin menjadi seperti ini, ibu sangat sayang sama kamu dan adik-adikmu lika. Ibu akan melakukan apa saja asalakan kalian senang. Tapi ibu juga tidak bisa terus-menerus didesak seperti itu. Ibu juga punya perasaan lika.” Ibu melanjutkan.
”Maaf ya bu, lika gak bisa jadi yang terbaik selama ini untuk ibu. Lika cuma bisa menyusahkan ibu selama ini. lika sadar bu, lika sadar. Hanya satu hal yang selama ini lika butuhkan, yaitu pelukan seorang ibu. Makasih ya bu. Aku sayang ibu selamanya.”
Sejak saat itu, kelurga lika kembali menjadi keluarga yang harmonis. Bahkan ayah lika telah menyadari semua kesalahannya dan sekarang bekerja di salah satu perusahaan ternama. Hidup lika dan keluarganya sekarang sangat bahagia. Diantara mereka tidak ada lagi kekerasan, yang ada hanyalah kasih sayang penuh. Sekarang lika pun sadar bahwa pelukan seorang ibu itu lebih penting dari apapun, sekalipun harta segunung. Lika sadar hanya pelukan ibunya lah yang dapat membantu menenangkan lika dalam menghadapi semua kesulitannya. Lika pun berjanji, hanya akan ada satu pelita dalam hidupnya, yaitu ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar